Aku benci hujan!
Saat hujan turun, semua jadi merepotkan. Pakaianku basah, jalanan becek, suhu yang dingin, tidak ada hal yang menyenangkan tentang hujan, aku tidak menyukainya. Karena aku tidak menyukainya, aku tidak mengerti dan tidak mau mengerti tentangnya. Selalu ku hela berat nafasku saat ku tahu hujan turun, "Haaaahhhh~" ucapku. Bagaimana tidak, seakan hujan membatasi ruang gerakku, aku tidak bisa pergi keluar rumah dengan nyaman saat hujan, aku tidak bisa bermain di lapangan saat hujan, hujan bagai jeruji besi bagiku.
Aku tidak mengerti apa yang harus ku lakukan, aku tidak bisa menghentikan turunnya hujan, aku pun tidak bisa mengeluh kepada Tuhan, karena di sisi lain, aku sadar dan paham akan pentingnya hujan bagi kepentingan alam. Aku hanya bisa duduk terdiam berbalut selimut tebal dan melihat keluar jendela saat hujan turun, menyaksikan tetes demi tetes hingga menjadi hujan yang lebat. Menyaksikan suatu hal yang tidak ku sukai tepat berada di hadapan ku, hanya terpisahkan oleh kaca jendela yang tipis. Uap coklat panas pada cangkir ku pun perlahan-lahan menghilang ditelan suhu yang dingin tanpa sempat masuk ke dalam tenggorokan ku.
Hari demi hari terus berlalu, hujan turun hampir setiap hari. Kapan ini akan berakhir? pikirku. Namun entah kenapa, ku akui hujan tidak selamanya menjadi hal yang negatif bagiku, ada saat-saat dimana aku malah bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan saat hujan tiba-tiba turun.
Si Penyelamat
Kau tahu? Hidup itu sangat sulit, lebih sulit dibanding melupakan orang yang kita cintai meninggalkan kita. Kau tidak akan pernah bisa bertahan hidup jika kau terus berjalan di tempat, mengulang kesalahan yang sama. Semua tekanan yang kau terima, pada akhirnya hanya akan menghancurkan hidup mu. Dan disaat seperti itulah, bagiku, hujan adalah penyelamatku.Aku tidak tahu sejak kapan perasaan gelisahku pada hujan sedikit demi sedikit menghilang. Entahlah. Yang ku tahu, semenjak aku hidup di kota ini, aku selalu menantikan hujan ketika aku merasa sendiri. Seperti ingin mengadu kepada rintik hujan, tentang apa yang ku lalui hari ini, dan apa saja yang terjadi hari ini di kampus. Menceritakan bahwa aku sudah memiliki teman di kota ini, meskipun hanya sedikit.
Di tengah sunyinya kota ini, suara gemericik hujan memecah keheningan. Tidak membiarkan 1 detik pun bagiku untuk merasa sendiri. Selalu hadir saat aku membutuhkannya, ku nikmati waktu berdua ku dengan hujan. Ku putar cangkir ku yang berisi coklat panas secara perlahan, uap yang mengepul keatas menjadi fokus mataku, pikiranku melayang ke segala arah, memutar kembali memori-memori jangka panjang dan memori jangka pendek ku. Mengingat, bagaimana awal aku berada di sini. Memoriku yang kelam, tidak akan pernah aku hapus. Aku menentang pendapat semua orang. Temanku, kerabatku, keluargaku, siapapun yang mengatakan padaku bahwa kenangan pahit, sebaiknya dilupakan saja. Tidak seperti kebanyakan orang, yang kulakukan justru malah terus mengingatnya. Bukan karena apa-apa, tapi bagiku, dengan mengingatnya, aku tidak akan mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya.
Karena Hujan, Begitu Manis
Saat aku tak kuasa menanggung semua beban yang ku pikul, aku mengadu kepada hujan. Dengan mulut diam seribu bahasa, dengan tenggorokanku yang masih kering, aku memandang ke arah gelapnya langit kota malang malam ini. Yang sangat kusukai adalah, ketika aku berada di tengah hujan, rintik air yang berjatuhan dengan lembutnya membasahi wajahku, mengalir lembut dari ujung dahiku, mataku, pipiku, hingga leherku yang tegang. Air hujan yang mengalir, menjadi satu dengan air mata yang akhirnya tak kuasa ditahan kedua mataku. Asin. Terasa asin dimulutku, tetapi bagi hatiku, itu sangat manis sekali. Saat semua hal berputar di kepalaku, saat semua memori terus berulang di pikiranku, hujan turun dengan lembutnya. Karena bagiku, hujan begitu manis.
-Because the rain is the sweetest thing-
AFP
